Agama islam dan muhammadiyah
1. Pengertian Agama dan
Unsur2nya:
Substansi agama bersifat transenden tetapi juga sekaligus imanen. Ia
transenden, karena substansi agama sulit didefinisikan dan tidak terjangkau
kecuali melalui predikat atau bentuk formalnya yang lahiriah. Namun begitu,
agama juga imanen karena sesungguhnya hubungan antara predikat dan substansi
tidak mungkin dipisahkan. Kalau saja substansi agama bisa dibuat hierarki, maka
substansi agama yang paling primordial hanyalah satu. Ia bersifat parennial,
tidak terbatas karena ia merupakan pancaran dari yang mutlak. Ketika substansi
agama hadir dalam bentuk yang terbatas, maka sesungguhnya agama pada waktu yang
sama bersifat universal sekaligus partikular.
Karena banyaknya definisi tentang agama yang
dikemukakan para ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa dapat diberi definisi
sebagai berikut :
1). Pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi;
2). Pengakuan terhadap adanya kekuatan
gaib yang menguasai manusia;
3). Mengikatkan diri pada suatu bentuk
hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri
manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia;
4). Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib
yang menimbulkan cara hidup tertentu;
5). Suatu sistem tingkah laku (code of
condut) yang berasal dari kekuatan gaib;
6). Pengakuan terhadap adanya
kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib;
7). Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang
timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang
terdapat dalam alam sekitar manusia;
8). Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada
manusia melalui seorang rasul (utusan Allah).
Selanjutnya, Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan
definisi agama sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang
mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan
tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat.
Dari beberapa definisi di atas, kita dapat menjumpai 4
unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut :
a). Pertama, unsur kepercayaan
terhadap kekuatan gaib.
b). Kedua, unsur kepercayaan bahwa
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat nanti tergantung pada
adanya hubungan yang baik dengan kekuatan yang dimaksud.
c). Ketiga, unsur respon yang
bersifat emosional dari manusia
d). Keempat, unsur paham adanya
yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk
kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat-tempat
tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan
atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun menurun
diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan
dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai adanya lima
aspek yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal-usulnya, yaitu
ada yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari
pemikiran manusia seperti agama ardli atau agama kebudayaan. Kedua,
aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di dunia dan
akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya
kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan
hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib,
respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap suci. Keempat,
aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun dan diwariskan
dari generasi ke generasi lain. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab
suci.
2. Pengertian Al-Islam
A. Pengertian Agama Islam
Ada dua sisi yang dapat kita gunakan
untuk memahami pengertian agama Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi
peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang Islam ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Dari segi kebahasaan Islam berasal
dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat,
sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama
yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.
Senada dengan pendapat di atas,
sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima
yang berarti selamat sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang
artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan
diri, tunduk, patuh dan taat.
Dari pengertian itu, kata Islam
dekat arti kata agama yang berarti menguasai, menundukkan, patuh,
hutang, balasan dan kebiasaan.
B. Sumber Ajaran Islam
Di kalangan ulama terdapat
kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Al-Sunnah;
sedangkan penalaran atau akal pikiran sebagai alat untuk memahami Alquran dan
Al-Sunnah .
1. Alquran
Di kalangan para ulama dijumpai
adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Alquran baik dari segi bahasa
maupun istilah. Asy-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal
dari akar kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah.
Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian kalamullah (firman
Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra
berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata
qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan
kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan.
Selanjutnya, Al-Asy’ari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran
diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan suatu atas yang
lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling
bergabung dan berkaitan.
Manna’ al-Qathhthan, secara ringkas mengutip pendapat
para ulama pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.
Pengertian yang demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
2. Al-Sunnah
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber
ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga
didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat
sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa
Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Al-Sunnah artinya
jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula
yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi
yang artinya : ”Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka
pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny;
dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang membuat
sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama
atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis,
Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan.
Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu
yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan
beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua,
setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan
alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat
Alquran :
1). Yang bersifat global
(garis besar) yang memerlukan perincian;
2). Yang bersifat umum
(menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3). Yang bersifat mutlak
(tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4). Isyarat Alquran yang
mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki penetapan makna
yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara
khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya
diserahkan kepada hadis nabi.
3. Pengertian Aqidah
Pengertian Aqidah
Secara etimologis (lughat), aqidah berakar
kata dari kata aqada-ya’qidu-aqdan-aqidatan. Aqdan berarti
simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti
keyakinan,[1] dapat pula diartikan (???? ) ???
berarti mengingat, menyimpulkan, menggabungkan.[2]
Sebagaimana diketahui bahwa dasar pokok utama dalam
Islam adalah aqidah atau keyakinan secara etimologik, aqidah berarti credo,
keyakinan hidup, dan secara khusus aqidah berarti kepercayaan dalam hati,
diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.[3] Menurut Arifin Zainal Dzamaris,
aqidah istilah suatu yang dianut oleh manusia dan diyakini apakah berwujud
agama atau lainnya.[4]
4. Pengertian Iman dan Tauhid
1. Iman (bahasa Arab:الإيمان) secara etimologis berarti
'percaya'. Perkataan iman (إيمان) diambil
dari kata kerja 'aamana' (أمن) --
yukminu' (يؤمن) yang
berarti 'percaya' atau 'membenarkan'.
Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
Definisi Iman berdasarkan hadist merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan merupakan satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang - orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain, seperti diucapkan oleh Imam Ali bin Abi Talib: "Iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota." Aisyah r.a. berkata: "Iman kepada Allah itu mengakui dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)."
2. Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah
Islam yang menyatakan keesaan Allah.
Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah saw.
Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat sahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah saw.
5. Pembagian Aqidah-Tauhid
Pembagian
aqidah tauhid
1. Tauhid Al-Uluhiyyah,
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
2. Tauhid Ar-Rububiyyah,
mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
3. Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
6. Pengertian Ilahi
1. Tauhid Al-Uluhiyyah,
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
2. Tauhid Ar-Rububiyyah,
mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
3. Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
6. Pengertian Ilahi
6.1
Pengertian Tiada Ilah (sembahan) selain Allah
6.2 Perbedaan Kata Tuhan dengan Allah:
- Tuhan itu
bermakna, bukan nama tetapi jabatan. Maka wajar kalau ada sesutu yang dijadikan
tuhan karena kesalahan aqidahnya, ia tidak mampu mengimani Allah (Tuhan yang
benar-benar Tuhan, yang Tiada Tuhan selain Dia), perhatikan kalimat Syahadat:
“Aku bersaksi bahwa Tiada tuhan selain Allah”
- Uraian
Kata Allah: Allah, lillah, lahu, hu dan ilaahun, serta jumlah kata2x dalam
Al-Quran
- Surah Al-Qashosh
(28), ayat 88
88.
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain.
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah
kamu dikembalikan. (Sr. Al-Qashosh (28),
ayat 88)
70. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (Sr. Al-Qashosh (28) ayat 70}
Materi II (Ke-Dua)
1. Arti dan Makna Muhammadiyah
ANGGARAN
DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
Identitas dan Asas
(1)
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid,
bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
(2) Muhammadiyah berasas Islam.
Pasal 5
Lambang
Lambang Muhammadiyah adalah matahari bersinar
utama dua belas, di tengah bertuliskan (Muhammadiyah) dan dilingkari kalimat
(Asyhadu an lã ilãha illa Allãh wa asyhadu anna Muhammadan Rasul Allãh )Lambang
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[1]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada
masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di
karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan,
dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di
kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat
dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang
relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera
Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan.
Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.
2. Logo/ Lambang Muhammadiyah dan Maknanya
Pembentukan
|
18
November 1912
|
Jenis
|
Organisasi
|
Tujuan
|
Keagamaan
dan sosial (Islam)
|
Kantor pusat
|
|
Wilayah layanan
|
|
Keanggotaan
|
29 juta
|
Ketua
Umum
|
|
Situs web
|
3. Latar
Belakang & Tujuan Berdirinya
Muhammadiyah
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan
pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas
pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat
Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan.
Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
(a) Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah
Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan
umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian
pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
(b) Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam,
akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi
yang kuat;
(c) Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam
dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan
zaman;
(d) Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit,
bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme,
formalisme, dan tradisionalisme; dan
(e) Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan
pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending
Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan
rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika
disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena
alasan-alasan dan tujuan-tujuan
sebagai berikut:
(1) Membersihkan Islam di
Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
(2) Reformulasi doktrin Islam
dengan pandangan alam pikiran modern;
(3) Reformulasi ajaran dan
pendidikan Islam; dan
(4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto &
Haedar Nashir, 1990: 332).
4. Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan melihat sejarah pertumbuhan
dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan
faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan
cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri
Persyarikatan Muhammadiyah.
ciri-ciri perjuangan
Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3.
Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
A.
Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam
Telah diuraikan dalam bab terdahulu
bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil
kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor
inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah,
sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau
faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap
mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran,
ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari
hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad
Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya
tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya
Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah
itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran
Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali
semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Segala yang dilakukan Muhammadiyah,
baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan,
perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan
dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha
untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang
dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
B.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah
dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari
kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah.
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang
mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA
Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran,
Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah
meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru,
mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan
juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa
Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat
menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit,
panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu
tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha
diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan
wahana dakwah Islamiyah.
C.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga
yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau
Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah
satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana
yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai
amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa
khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai
salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu
Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total
berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid,
sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid
yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas
pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel
pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai
pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam
memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir
miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda,
cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan
sebagainya.
Untuk
membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut
purifikasi (purification) dan tajdid
dalam pembaharuan dapat disebut reformasi
(reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah
sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan
Purifikasi dan Gerakan Reformasi.
SUARDI AL ZUHDI
"ABADI PERJUANGAN KAMI"
SUARDI AL ZUHDI
"ABADI PERJUANGAN KAMI"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar